Dua Pasang Hati

Jum'at, 31 Juli 2015 - 08:11 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
“Sebatas hubungan tanpa kepastian…” Silvia yang ngejawab. Selanjutnya Gavin malah memandang Lara keheranan sekaligus maklum dengan kelakuan unik temantemannya ini.

“Maklum ya, Vin..Jakarta salah gaul, begini deh jadinya.” “What? Hahaha, kind of hilarious,” Cowok itu menggeleng heran. &&&& Lara dan rekan-rekannya sampai di kantor pukul delapan malam, dan seperti yang mereka duga, kantor sudah sepi dari rekan mereka yang lain. Hanya ada satpam yang berjaga di pos depan, mengamankan kantor Magenta Architecture.

“Terimakasih ya hari ini buat semuanya. Besok inget, jam sembilan pagi kita meeting. Jangan ada yang telat,” peringat Lara pada semua anak buahnya. “Sip deh, Mbak Lara. Kita pamit pulang dulu ya,” ujar Silvia seraya membereskan barang-barangnya, selanjutnya ia dan Dodo ngeloyor ke lantai satu. Tinggalah Lara di ruangannya bersama dengan Gavin yang sudah bersiap-siap dengan barang-barang dan kunci mobil di genggaman tangannya.

Sepulang dari daerah Menteng tadi, cowok itu tampak bungkam dan tidak mengatakan apapun. Lara sempat heran sih, mungkin ada sesuatu yang terjadi padanya? Entahlah, cowok itu sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Selesai berberes-beres, Gavin langsung mengajak Lara menuju halaman parkir. Meski dia bungkam, Gavin tetap membawakan beberapa bawaan Lara yang sebenernya nggak terlalu berat.

Dengan satu alasan yang membuat Lara sulit menolaknya. “Hari ini lo keliatan capek. Gue nggak mau lo sakit, jadi biar gue yang bawain aja barang lo. No protest,” imbuh cowok itu begitu Lara hampir menolaknya. Padahal sejujurnya nih, Lara nggak merasa capek samha sekali, lho. Dia malah semangat banget sejak tadi, tapi hanya karena dia bersin sekali saja, cowok itu sudah khawatir bukan kepalang.

Seandainya yang disana… kayak gini juga ke gue.... harap Lara dalam hati. “Thank you ya, Vin. Maaf jadi ngerepotin lo sampe segitunya.” “Gue mesti bilang ke lo berapa kali deh? Gue nggak pernah ngerasa kerepotan sama sekali, kok.” Cowok itu tampak sedikit merengut. “Iya, iya. Gue kan cuma nggak…” Gavin tiba-tiba mengecup pipi Lara.

What? Cewek itu tak dapat berkata apapun setelahnya. Gavin… ia memandang cowok itu tak percaya. “Udah malem, ayo pulang.” Cowok itu dengan cueknya menggandeng tangan Lara di lapangan parkir. Ia sendiri tertegun, dan bingung harus senang atau sedih menanggapi perlakuan lebih Gavin padanya. Rupanya ucapan Silvia dan Dodo bukan isapan jempol belaka, cowok itu sepertinya mulai menaruh hati padanya.

Tapi gimana mungkin, mereka saja baru saling mengenal sekitar tiga minggu lebih, sejak Gavin masuk di Magenta. Lara pun masuk ke mobilnya dengan wajah bingung tak pasti. “Kenapa, Ra?” tatap Gavin heran. Ia meletakkan tangannya di dahi Lara, nihil dari suhu panas. “Oh, maksudnya… quick kiss yang tadi gue kasih lo?” Cowok itu mulai mengerti sikap Lara yang berubah bengong gini. “I’m kind of thinking about that ‘Sebastian’ thing about us, Ra.

” Cowok itu berujar serius. Wajah tampannya tak sama sekali berpaling dari wajah Lara. “Lo…?” “Iya, gue suka lo. I mean, bukan sebagai teman.” Cowok itu dengan lancarnya menyatakan perasaannya, beneran. Hasilnya Lara gelagapan dan tak tahu harus jawab apa. “Jangan bengong gitu, Ra. That’s okay kalo emang lo belum bisa jawab sekarang. It is me yang nggak tahan dari tadi buat ngomong sejujurnya ke lo.” Lara menatap cowok itu gamang.

Sejujurnya, dia tahu betul siapa yang pasti memiliki hatinya saat ini. Tapi… cowok itu aja, plin-plan begitu. “Lo suka sama orang, cepet banget ya, Vin,” komentar Lara setelah cowok itu memberi waktu. “Karena gue bisa liat personality orang gimana. Jadi, ya… it’s better if I tell you now. Before I regret, later.” “Hmm… gitu ya?” Lara menggaruk kepalanya yang nggak gatal.

Baru setelahnya, cowok itu menancapkan gas mobil dan melaju cepat ke rumah Lara. Selama diperjalanan, Lara jadi lebih banyak diam dan hanya mendengarkan ceritacerita Gavin selama dia di Amrik dulu. Ternyata, fans-fans cowok itu sudah banyak sejak dulu, sampai-sampai bule pun mau jadi pacarnya. Ya, nggak gitu kaget sih. Badan oke, muka oke, kelakuan bagus, otak juga pinter.

Siapa yang nggak mau? Kalo sampe dapet sih… Rejeki anak soleh, namanya. Tapi anehnya, Lara juga tak tahu mau memberi jawaban apa pada cowok itu. Entahlah, jelas-jelas hatinya sudah tertuju pada yang lain, tapi masih saja dia sedikit merasa bersalah kalo menolak Gavin. Masa suka sama dua cowok sekaligus? (bersambung)

VANIA M. BERNADETTE
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2187 seconds (0.1#10.140)